“Brand yang keren itu pasti laku, tapi kalo brand itu laku belum tentu keren”
Peter Firmansyah, (Peter Says Denim)
Peter Firmansya, tahu siapa dia? yap! benar sekali. Dia adalah pendiri sekaligus pemilik brand jeans asal Bandung(kawasan Cigadung) bernama PETER SAYS DENIM.
Karir Peter di mulai pada tahun 2008 dengan meluncurkan produksinya. Alhasil, produk Peter langsung menembus pasar dunia.
PSD lahir dari perkawinan antara musik dan fashion. Peter juga menjabarkan bahwa PSD sebagai sebuah 'brand denim rock'. Pasalnya PSD banyak meng-endorse band-band internasional maupun lokal beraliran rock. Misalnya saja Silverstein dari Kanada, August Burns Red dari Amerika, Not Called Jinx dari Jerman, dan masih banyak lagi. Sementara itu ada juga Superman Is Dead, St. Loco, Rocket Rockers, serta sederet band asal Indonesia lainnya.
Maka dari itu, PSD selalu di sandingkan dengan merek-merek kelas dunia seperti Gibson, Peavy, Fender, Macbeth, Vans, Volcom dan lainnya.
Ada dan 'Nendang!'
Kelahiran PSD sebagai kolaborasi antara fesyen dan musik memang tidak bisa dilepaskan dari kiprah Peter sebagai seorang musisi. Pada tahun 2005 dia membentuk sebuah band yang bernama Peter Say Sorry. Dari sana perpaduan antara fashion dan musik pertama kali muncul, ketika itu Peter mulai merancang sendiri jeans untuk bandnya.
“Kenapa jeans karena gua suka jeans, dan gua juga tau tentang jeans (produksinya). Karena dulu gua 'main' di konveksi. Sama juga, kenapa musik karena gua suka musik, dan gua juga tau tentang musik” terang Peter.
Sebelum akhirnya membuat brand PSD, Peter lebih dulu membuat jeans untuk orang lain, sebagai vendor untuk berbagai merek jeans. Hal itu membuat Peter semakin paham mengenai seluk beluk produksi jeans. Tapi sebenarnya, dari tahun 2005 hingga 2008 itu Peter sudah mulai merintis ide untuk membuat jeans dengan brand-nya sendiri.
Pemikiran untuk go international memang sudah menjadi tujuan Peter sejak meluncurkan PSD. Menurutnya untuk menggarap pasar lokal justru sulit pada masa itu, karena ketika itu industri pakaian tengah maju pesat. Distro, produksi pakaian lokal, khususnya di Bandung sedang marak dimana-mana. Untuk itu dia menginginkan sesuatu yang berbeda, dan optimis saja jika usahanya akan berhasil.
“Waktu itu belum ada yang berani memasarkan produknya ke luar negeri” ungkapnya.
Dengan konsep online store, pasar luar negeri terutama Amerika dan Kanada dapat menerima produk-produk PSD. Dampaknya tidak hanya pada penjualan saja tapi justru lebih dari itu, menurut Peter orang-orang jadi terbuka matanya terhadap Indonesia.
“Mereka bilang 'Oh Indonesia hebat bisa buat yang kaya gini'. Mereka jadi tau kalau di Indonesia juga kita bisa buat yang kaya gini (celana jeans). Di kita (Indonesia) gak harus banyak lagi, (karena) kalau di Cina kan harus partai besar” papar Peter.
Untuk distribusi di kawasan Amerika bagian utara itu PSD kini bahkan memiliki kantor sendiri di Kanada. Sementara di Bandung, di kawasan Cigadung, PSD memiliki kantor dengan 15 orang pegawai. Disana Peter menunjukan salah satu slogan PSD, yaitu “Alive and Kickin”
“Maksudnya kita bakal selalu ada, dan kita bakal selalu 'nendang!'” jelasnya.
Dan darisana Peter melakukan dua “tendangan” sekaligus. “Tendangan” pertama menyadarkan pelaku industri kreatif dalam negeri karena bisa diterima di mancanegara. Sedangkan “tendangan” yang kedua adalah membuka mata dunia tentang potensi industri yang dimiliki Indonesia.
From Zero to Hero
Pendapatan PSD yang mencapai ratusan juta rupiah saat ini tidak diraih begitu saja oleh Peter. Peter benar-benar berjuang untuk mendapatkannya dengan melalui berbagai masa sulit.
Sewaktu kecil perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Kehidupan ekonomi keluarganya yang sangat pas-pasan membuat keluarganya harus sampai berhutang untuk membeli makanan.
Kondisi tersebut kemudian tidak juga membaik, sehingga suatu waktu keluarga Peter bahkan tidak mampu membeli beras dan harus bergantung pada belas kasihan kerabat-kerabatnya.
”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung” papar Peter.
Walaupun begitu, semua kesulitan yang dihadapinya disaat dia beranjak dewasa tidak membuatnya patah semangat. Sewaktu SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian bekas di kawasan Cibadak. Disana Peter bisa mendapatkan produk bermerek dengan harga yang murah, sekalipun itu hanya pakaian bekas.
Semasa duduk di bangku SMA Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung, hasrat Peter terhadap pakaian bermutu tumbuh. Ketika itu juga Peter mulai belajar dari cara memotong bahan, menjahit, mendesain, bahkan hingga menyablon. Peter berprinsip siapa pun yang mengetahui cara membuat pakaian maka orang itu bisa dijadikan guru baginya.
“Saya sudah keluar rumah pisah dari orang tua sejak usia 19 tahun, terus (sejak itu) saya kost dan mulai bayar sendiri semuanya”
Lulus SMA di tahun 2003 itu Peter mulai mendapatkan penghasilan sendiri dengan bekerja sebagai pegawai distro. Disana Peter berkenalan dengan berbagai konsumen yang kebanyakan berasal dari kalangan berduit. Satu hal yang diperhatikan oleh Peter dari teman-temanya adalah mereka selalu menggunakan busana bermerk.
”Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke klab, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana?” tuturnya.
Teman-temannya itu sering tampak bangga, bahkan bisa dibilang sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka pakai. Tapi kelakuan tersebut tidak membuat Peter kecil hati, justru hal tersebut melahirkan ide bagi Peter di kemudian hari.
”Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau (nanti) konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya.
Semasa menjadi pegawai tersebut Peter juga mulai mengumpulkan modal untuk usahanya kelak. Dia mulai menyisihkan gajinya untuk tabungan dan juga mulai menerima order yang dikerjakannya sendiri. Dalam sebulan rata-rata Peter bisa mendapatkan order membuat 100 potong t-shirt, jaket atau sweter.
”Gaji saya (sebagai pegawai) hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta…” kenang Peter dengan bangga.
Sebenarnya selepas SMA Peter sempat mencicipi duduk di bangku kuliah, tapi kemudian dia memutuskan untuk keluar. Biaya perguruan tinggi dirasanya terlalu berat, apalagi dia harus menghidupi dirinya sendiri.
“Saya cuma kuliah 2 bulan awal. Saya pikir, sarjana juga untuk apa, buat status kawin. Sebenarnya saya terdesak juga, harus cari duit untuk makan. Saya memang dari awal coba (untuk) mandiri... Mungkin kalau anak muda lain masih ada yang mikir (bagaimana caranya) lulus kuliah, (dan) biasanya enggak mau berusaha sendiri, tapi pinginnya kerja di orang”
Sekalipun tidak menyelesaikan kuliahnya kini Peter sering diundang untuk mengisi seminar-seminar di kampus. Peter memiliki keinginan untuk bisa mendorong orang terutama anak-anak muda agar semangat membuka usahanya sendiri.
”Mau (itu) anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,” tegasnya.
Luar biasanya lagi sejak tahun 2007 Peter sudah membiayai pendidikan ketiga adiknya. Bahkan seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad kedua adiknya yang lain juga harus bisa lulus menjadi sarjana. Untuk orang tuanya, Peter sudah bisa membelikan mobil dan merenovasi rumah mereka. Ada satu lagi keinginan Peter yang lain, yaitu mengongkosi orang tuanya naik haji.
”Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua,” katanya.
Kolaborasi Demi Kolaborasi
Selain fokus menggarap jeans, PSD juga meluncurkan produk lain seperti t-shirt, jaket, topi, dan lain-lain. Setiap dua bulan sekali PSD melakukan penyegaran dengan meluncurkan produk-produk baru. Semua detil rancangan produknya diganti dan diperbaharui. Hal ini dilakukan Peter agar produk keluaran PSD tidak monoton dan mencegah beredarnya barang bajakan.
Agar produk-produk tersebut dapat diterima di pasar mancanegara, PSD memiliki strategi untuk melakukan banyak kolaborasi dengan brand-brand besar.
“Kita sekarang ini melakukan kolaborasi dengan sebuah perusahaan drum terkenal bernama 'Truth'. Selain itu juga dengan 'Love For Glory', sebuah movement organisasi skateboard. Terus sama (perusahaan) clothing US 'I Got', juga sama 'To Die For', perusahaan tattoo clothing” sebut Peter.
Dengan merancang sebuah produk bersama tersebut, Peter menjelaskan bahwa hal itu merupakan cara terbaik supaya mereknya bisa terkenal. Tapi hal itu tidak di dapatnya dengan mudah, brand-brand yang sudah ternama itu tidak asal mau melakukan kolaborasi. Mereka setuju memilih PSD karena sebelumnya mereka sudah mengenal brand, mengetahui kualitas dan juga potensi yang dimiliki oleh PSD.
“Belakangan ini malah banyak perusahaan luar yang menawarkan kerja sama (kolaborasi) sama kita. Tapi kalau memang (brand luar itu) gak dikenal, buat apa?” tukas Peter.
Walaupun begitu, yang dilakukan Peter dalam kolaborasi tersebut bukan sekedar numpang beken saja. Peter juga belajar dari mereka, menganalisa mengapa merek-merek itu bisa terkenal, berteman dan bahkan kalau bisa bertanya langsung pada orangnya.
“Setiap malam gua ngobrol sama mereka, chatting, nanya disana yang lagi rame (ngetrend) apa. Gua nanya lu kenal sama si ini gak, kenalin dong, gitu” contoh Peter, “Gua juga terus mengikuti perkembangan, mengikuti up date”
“Anak band itu pergaulannya luas” lanjutnya, “Si ini kenal sama si ini, terus si itu kenal lagi sama yang lain. Terus berlanjut, dan karena hubungan baik, darisanalah semua (seperti) 'menjamur' ”
Hebatnya, meski sering melakukan kontak dengan teman-temannya di luar negeri, Peter mengaku dia tidak terlalu pandai berbahasa Inggris. Bahkan untuk negosiasi langsung dan melakukan sebuah keputusan dengan perusahaan asing, Peter lebih percaya untuk mengutus anak buahnya yang memang orang asing. Sementara untuk komunikasi di internet melalui chatting, Peter mengatakan kalau dia masih cukup PD (percaya diri) karena masih ada jeda waktu untuknya berpikir dalam menggunakan bahasa Inggris sebelum membalas omongan orang lain.
Dari pergaulannya itulah ide-ide Peter bermunculan, dan darisana juga brand PSD semakin dikenal banyak orang. Menurut Peter apa yang membuat seseorang membeli sebuah merek jeans adalah bukan karena orang itu mengetahui kualitasnya, tapi orang itu mau mengeluarkan banyak uang karena merek itu terkenal. Dan itulah yang terus digalakan oleh Peter.
Kebanggan Indonesia
Dengan melakukan banyak promosi di luar negeri, menurut Peter, pasar dalam negeri juga secara langsung ikut tergarap. Karena semakin merek PSD terkenal di pasar mancanegara, maka merek PSD pun semakin dicari oleh orang Indonesia.
“Fesyen itu selalu latah. Selalu saja harus ada yang jadi contoh pertama” komentar Peter.
Sementara itu mengenai produk lokal lainnya yang bisa bersaing di kancah internasional, Peter berpendapat itu mungkin sekali, asal para produsen itu harus bisa profesional dan bisa memenuhi standar internasional. Selain itu birokrasi di dalam negeri juga harus dipermudah, karena menurutnya hal itu sangat menghambat kreatifitas.
“Yang penting PD (percaya diri) kita. Mental kita. Produk kita bisa kok diterima dan dihargai sama orang luar. Setiap orang punya relasi, punya jalannya sendiri. Yang penting kita bisa dipercaya dan orang senang sama kita. Itu yang penting, kepercayaan” ungkapnya.
Peter beranggapan saat ini PSD masih baru 30%, masih banyak hal yang ingin dilakukannya. Dia ingin PSD menjadi merek jeans kebanggan masyarakat Indonesia, karena menurutnya hingga kini belum ada merek jeans lokal yang bisa seperti itu. Selain itu dia juga ingin produknya bisa mewakili brand Indonesia di mancanegara. []
BIOADATA
MEREK : PETER SAYS DENIM
PEMILIK : Peter Firmansyah
TTL : Sumedang, Jawa Barat, 4 Februari 1984
NAMA PERUSAHAAN : CV. PETER GRUP
KANTOR : Jl.Cibeunying Hegar III No.9, Bandung 40191
TELP : (022) 2501364
WEBSITE : www.petersaysdenim.com
ONLINE STORE : http://www.loserkids.co.id
OFFLINE STORE :
Luar Negeri
• CIVILIAN PRINTING AND APPAREL, 1 Queen st N, Kitchener, Ontario, N2H 2G7, 519.568.8942
• THE TATTOO SHOPPE, 95 Manitoba St, Bracebridge, Ontario, P1L 2B3, 705.706-3361
• THE CODE OF CONDUCT, 14 East 11th Street Chicago, Illinois, 60605 USA, Phone : 1(513) 460-6334 /1 (312) 929-2073
• KILL THE MUSIC, Level 1, 161-163 Elizabeth ST, Brisbane, Queensland, AUSTRALIA 4000, PH (07) 30127751, web : www.killthemusicstore.com
• 27 HEAVEN MALAYSIA, Level 1 Cineleisure Damansara, Petaling jaya
Dalam Negeri
• BUZZARD ROCK INDUSTRIES, Jl.Kemang Pratama Raya Blok MM 21B, Bekasi, Jawa Barat., Phone : +622182425856
• MACBETH CONCEPT STORE MEDAN, Sun Plaza Medan, Ground Floor, Zainul Arifin No. 9 – 10 Medan 20152, Phone : +62614501267
• STIGMATA BANDUNG, Ciwalk – Cihampelas, Bandung
• GLAMROCK SURABAYA, Jl. Wijaya Kusuma No.17, Surabaya, Ph. 031-5346617
• LOCO SHOP MALANG, Dydod Building, Jl.Semeru No.31 Kauman, Malang
• CHORUS ROCK COMPANY, Komp TASBI blok QQ no : 14, Medan email : chorusrc@yahoo.com / endikk89@yahoo.com, Phone : +62 813 702 10 111
• ROSE SPINE, (1) Jl.Tukad Musi 88f, (2) Jl.Teuku Umar 106b Denpasar, web : www.rosespine-clothing.com, email : rose_spaine@yahoo.com
• VICIOUS BLOODS, Jl. Toddopuli 5 No. 21 Makassar, 0411 – 441 771, 0856 966 40456
ARTIST ENDORSMENT :
Nasional
• Ale "Jeruji" Andre
• Superman Is Dead
• Saint Loco
• Rocket Rockers
• Jolly Jumper
• Thirteen
• Killed By Butterfly
• Cemetery Dance Club
• Pee Wee Gaskins
• No Talent
• Hellbobs
• Dead Squad
Internasional
• Silverstein
• August Burns Red
• The Almost
• Sky Eats Airplane
• Kingdoms
• Before Their Eyes
• I Am Commiting A Sin
• We Shot The Moon
• Every Avenue
• Everytime I Die
• Hope Atlantic
• Counterparts
• Texas In July
• Illuminate The Sky
• Dead And Divine
• Mark Luciani
• The Dream The Chase
• Jeremy Saffer
• Miss May I
• Sleeping With Sirens
• Jonathan Pignataro
• Of Mice & Men
• Bless The Fall
• Confide
• Asking Alexandria
Sumber : Indonesia Kreatif